A. Teori
Integralistik
Negara
adalah susunan masyarakat yang integral, yang erat antara semua golongan, semua
bagian dari seluruh anggota masyarakat merupakan persatuan masyarakat yang
organis. Negara integralistik merupakan Negara yang hendak mengatasi paham
perseorangan dan paham golongan dan Negara mengutamakan kepentingan umum
sebagai satu kesatuan.
Teori
Integralistik diajarkan oleh : Bendictus de Spinoza, F. Hegel, dan Adam Muller.
Berdasarkan
pemikiran Soepomo, teori Integralistik dipandang sebagai teori yang paling cocok dengan
masyarakat Indonesia yang ber-Bhineka Tunggal Ika. Bukti Indonesia menganut Teori Integralistik
dinyatakan secara tegas dalam penjelasan UUD 1945 yang memuat pokok – pokok
pikiran pembukaan.
B. Negara
Integralistik Prof. Soepomo
Istilah
negara integralistik tidak dapat ditemukan dalam kepustakaan sejarah, hukum
tata negara, dan ilmu negara, kecuali dalam teks pidato Prof. Mr. Dr. R.
Soepomo pada sidang Dokuritsu Junbi Cosakai tanggal 31 Mei 1945 di Jakarta.
Pertanyaan
muncul, apakah istilah integralistik ini benar-benar diciptakan oleh Soepomo,
mengingat berbagai literatur maupun kamus dan ensiklopedi pada zaman itu sama
sekali tidak memuat pengertian tentang integralistik.
Profesor
Logemann yang merupakan ahli hukum tata negara Belanda juga sangat berpengaruh
di Indonesia mengatakan, bahwa integralistik bukanlah istilah dalam ilmu negara
atau tata negara. Ia menyebutkan bahwa integralistik Soepomo adalah istilah
yang tidak umum, namun pada hakikatnya gagasan negara integralis adalah sama
dengan negara organis.
Soepomo
menjelaskan tentang tiga syarat mutlak bagi terbentuknya negara, yaitu : dengan
membentuk pemerintahan yang berdaulat, penetapan dasar sistem pemerintahan, dan
penentuan dasar pengertian atau konsep negara.
Selanjutnya
Soepomo mengajak untuk memilih dasar-dasar negara yang paling sesuai dengan
Indonesia yang harus disesuaikan dengan hubungan negara dan agama, bentuk pemerintahan,
dan hubungan negara dengan kehidupan ekonomi. Soepomo menjabarkan tiga bentuk
teori negara, yaitu :
1). Teori
individualistis yang diajarkan oleh Thomas Hobbes, John Locke, J. J. Rousseau,
Herbert Spencer, dan H. J. Laski. Aliran ini berargumen bahwa negara adalah
masyarakat hukum yang disusun atas kontrak sosial antar seluruh orang dalam
masyarakat itu.
2). Teori
golongan atau teori kelas yang digagas oleh Marx, Engels, dan Lenin. Negara
dianggap sebagai alat dari kelas atau golongan tertent untuk menindas golongan
lainnya. Negara merupakan alat yang memiliki kekuatan ekonomi paling kuat untuk
menindas kaum yang memiliki kedudukan lemah. Marx mengasumsikannya dengan kaum
borjuis dan kaum buruh. Marxis kemudian menganjurkan kaum buruh untuk mengadakan
revolusi politik dalam rangka merebut kekuasaan negara dan berbalik menindas
kaum borjuis.
3). Teori
integralistik yang diajarkan oleh Spinoza, Adam Müller, Hegel, dan lain-lain
mengatakan bahwa negara dibentuk tidak untuk kepentingan perseorangan atau
golongan, namun menjamin kepentingan seluruh masyarakat sebagai persatuan. Negara terdiri dari susunan masyarakat yang
integral, meliputi segala golongan, segala bagian, dan segala anggota yang
saling berhubungan satu sama lain dan bersatu dalam masyarakat yang organis.
Tentu saja
dari pengertian tentang tiga konsep negara tersebut, Soepomo menjatuhkan
pilihannya pada teori integralistik. Soepomo berpendapat bahwa teori negara
integralistik sesuai dengan lembaga sosial yang asli Indonesia. Ia mengatakan
bahwa negara Republik Indonesia harus berdasarkan asas kekeluargaan dimana
negara sebagai institusi menyatu dengan rakyatnya, sehingga negara dapat
mensejahterakan rakyat karena pemerintah dapat berlaku adil terhadap rakyatnya.
Soepomo
menolak pemisahan kekuasaan (separation of power). Kekuasaan yang menyebar, menurutnya, akan
menimbulkan kekacauan dan ketidakseimbangan (disharmoni) dalam kehidupan. Soepomo sangat mengagumi prinsip persatuan
yang kekal antara Tenno Heika, negara, dan rakyat Jepang, dan ia juga mengagumi
prinsip persatuan antara pemimpin dan rakyat dalam pemerintahan Nazi yang
menurutnya cocok dengan aliran pikiran ketimuran.
Soepomo
menjelaskan bahwa semangat kebatinan dan struktur kerohanian bangsa Indonesia
dengan bentuk manifestasinya yang berupa persatuan, saling mempengaruhi dalam
kehidupan, disebut Soepomo sebagai ide integralistik Indonesia.
Ia
menyebutkan bahwa menurut sifat tata negara Indonesia yang asli, pejabat negara
adalah pemimpin yang menyatu dengan rakyat. Soepomo memperkenalkan ide
totaliter atau integralistik yang menurutnya asli Indonesia yaitu berhubungan
dengan pemimpin dan rakyatnya, berupa:
• Pejabat negara adalah pemimpin yang bersatu dengan jiwa rakyat.
• Kepala rakyat memberi bentuk pada rasa keadilan dan cita-cita rakyat.
• Pemimpin selalu bermusyawarah dengan rakyat.
• Suasana persatuan pemimpin dan rakyat, dan antara golongan-golongan rakyat.
memiliki semangat kekeluargaan dan gotong-royong.
Namun dalam
hal ini, Soepomo belum mempersoalkan secara konseptual dimana kekuasaan harus
diletakkan. Ia hanya menjelaskan bahwa berdasar aliran pikiran negara yang
integralistik, negara tidak bersikap sebagai seseorang yang mempunyai kekuasaan
tertinggi, melainkan sebagai badan penyelenggara atau badan pencipta hukum
berdasarkan aspirasi rakyat. Negara mencakup seluruh masyarakat Indonesia yang
bersatu serta hidup secara teratur.
C. Polemik
Konsep Negara Integralistik
1. Polemik
dalam sidang BPUPKI
Adalah Mohammad Hatta dan Mohammad Yamin yang menurut banyak ahli menjadi
penentang serius dari konsep negara yang diajukan oleh Soepomo ini. Mereka
berdua menuntut agar hak warga negara dijamin oleh Konstitusi. Hatta dan Yamin
mengungkapkan kekhawatirannya akan konsep Soepomo, karena menurut mereka ide
itu memberi celah bagi munculnya negara kekuasaan. Argumentasi Hatta dan Yamin
ini akhirnya melahirkan “kompromi” yang hasilnya bisa di simak dari pasal 28
UUD 1945. Isinya menjamin kemerdekaan warga negara untuk berserikat, berkumpul
dan menyatakan pendapat. Kendati kadarnya masih minimal, kompromi itu menjadi
pengakuan paling tua dari konstitusi Indonesia atas hak-hak warga negara.
2. Polemik Akademisi
a. Pendapat J. H . Logemann
Logemann adalah pakar hukum pertama yang mengkritik pandangan Integralistik
Soepomo. Logemann menyatakan bahwa konsep negara Integralistik itu pada
hakekatnya tidak lain dari pada konsep Negara organik. Logemann meragukan
kemungkinan keberhasilan dari struktur desa yang agraris itu jika dipindahkan
kedalam struktur Negara modern. Pidato soepomo tidak memperhatikan faktor
peruubahan sosisal akibat perkembangan struktur ekionomi dari agraris ke
Industri dari Negara – negara modern. Ia menganggap bahwaw struktur desas
Indonesia akan tetap langgeng karena struktur itu merupakan struktur asli
masyarakat Indonesia. Menurut logemann ini merupakan siatu pandangan yang
utopis.
Kritik logemann yang paling penting adalah ketika ia melihat bahwa dalam pidato
soepomo tidak disinggung tenytang kedaulatan rakyat. Logemann menyatakan bahwa
rupanya dalam konstruksi ini kehendak rakyat tidcak memerlikan jaminan ynag
khusus maupun organ khusus. Dengan demikian, menurut Logemann sudah jelas bahwa
pemimpin negara yang bertugas memelihara keselarasan (de harmonie) memperoleh
kedudukan yang paling kuat. Dengan begitu maka sikap otorianisme dan
totalitarianisme akan berkembang.
b. Ismail Suny
Kritik Ismail Suny, ia mengambil sikap tidak sepakat dengan anggapan bahwa UUD
1945 menganut pandangan Integralistik soepomo karena beberapa alasan. Pertama,
dengan berlandaskan pada pendapat Logemann, Suny menyatakan bahwa meski pengaruh
integralistik Soepomo dalam UUD 1945 tidak dapat dipungkiri, namun orang tidak
boleh mengatakan bahwa UUD 1945 terlalu didominasi oleh Soepomo. Kedua, Ismail
Suny menyatakan bahwa kedaulatan rakyat yang oleh Soepomo dikatakan terjelma
dalam diri pribadi Presiden dan bukan dalam DPR dalam hal pembentukan
undang-undang, telah luput karena pendapat seorang anggota Panitia Kecil.
Pendapat itu menyatakan bahwa bahwa tanpa adanya persetujuan yang diharuskan
antara presiden dan parlemen tentang suatu undang-undang, kedaulatan rakyat
tidak cukup terjamin. Ketiga, Ismail Suny mengatakan bahwa dengan masuknya asas
kedaulatan rakyat ke dalam UUD 1945 dan terdapatnya pasal-pasal mengenai
hak-hak asasi manusia, maka pandangan integralistik Soepomo itu telah ditolak
c. Yuzril Ihza Mahendra
Menurutnya uraian awal soepomo dalam pidato tanggal 16 juli 1945 memang masih
mengandung jiwa pidatonya pada tanggal 31 mei 1945, walau tidak lagi
menggunakan istilah Integralistik. Akan tetapi dalam urain – uraian berikutya
soepomo sudah bersifat akomodatif dan kompromistis terhadap aspirasi dan
pendapat dari golongan lain. Menurut Mahendra, Soepomo telah bersifat
akomodatif dengan ide kedaulatan rakyat yang tidak disinggungnya dalam pidato
tanggal 31 Mei 1945. Soepomo mengatakan, “Oleh karena itu, sistem negara yang
nanti akan terbentuk dalam undang-undang dasar haruslah berdasarkan kedaulatan
rakyat dan berdasar atas permusyawaratan perwakilan.
Selanjutnya dinyatakan oleh Mahendra bahwa soepomo yang membayangkan deasa
sebagai sesuatu yang ideal merupakan suatu reduksi yang abstrak. Idealisasi
desa itu cenderung mengabaikan aneka kelemahan yang mungkin dimiliki oleh
kepala desa . Ia juga mengabaikan faktor kekuasaan yang lebih tinggi, yang
justru cenderung eksploitatif terhadap desa melalui kepala desa. Selain itu,
juga mengabaikan kemungkinan timbulnya kekuatan-kekuatan oposisi terhadap
kepala desa yang juga mempunyai kepentingan – kepentingann pribadi tertentu.
d. Marsilam Simanjutak
Dengan meninjau pandangan Hegel dan membandingkannya dengan pidato Soepomo,
Marsialam sangat yakin dengan adanya unsur Hegelian dalam pandangan
Integralistik Soepomo. Walaupun yang dikatakan Soepomo tidak banyak dan belum
bisa diraba di mana terjalinnya prinsip-prinsip negara menurut Hegel, namun ia
sudah melihat semacam countour Hegelian yang mulai nampak samar-samar. Ini
tampak dalam sebagian implikasinya, seperti antara lain dari kata-kata Soepomo,
“persatuan masyarakat organis,” “penghidupan bangsa seluruhnya,” “kepentingan
seluruhnya, bukan kepentingan perseorangan.” Dengan kesimpulan tersebut,
Marsilam menguraikan unsur-unsur Hegel yang terdapat dalam staatsidee Soepomo.
Misalnya di bidang bentuk negara, Soepomo tidak berkeberatan Negara Indonesia
dipimpin oleh raja dengan hak turun-temurun sekalipun. Di bidang kedaulatan
rakyat Soepomo tidak menjelaskan letak kedaulatan rakyat dalam konsep
staatsidee-nya. Dan di bidang hak-hak warga negara Soepomo juga secara tidak
langsung “menentang” jaminan hak-hak dasar warga Negara dalam UUD.
Marsilam Simanjutak berkesimpulan bahwa konsep pandangan Integralistik Soepomo
memang mengandung ajaran Hegel. Dalam perkembangannya, konsep negara
Integralistik itu secara nyata tidak tahan uji terhadap asas – asas demokrasi,
terutama asas kedaulatan rakyat yang kemudian masuk ke dalam UUD 1945. Dalam
proses penyusunan UUD 1945, secara praktis usul Soepomo tersebut telah ditampik
dan boleh dikatakan gugur.
D. Pemikiran David Bourchier
Menurutnya, konsep negara integralis sangat tepat menggambarkan nilai-nilai
asli negara Indonesia yang berdasar asas kekeluargaan. Pemimpin yang dipilih
oleh rakyat haruslah dapat melindungi dan menyatu dengan rakyatnya. Bourchier
yang mencoba menganalisis teori integralistik Soepomo dengan memaparkan
pandangan berbagai ahli terhadap teori organisis tampaknya ingin menunjukkan
bahwa memang konsep integralistik Soepomo bukanlah asli Indonesia, karena ia
sangat terpengaruh oleh berbagai tokoh yang menjelaskan teori tentang
integralistik.. Sebenarnya tawaran memilih negara integralistik oleh Soepomo
adalah pilihan semu, karena dipengaruhi oleh keadaan perang saat itu hanya
teori integralistiklah yang mungkin diambil. Cita-cita Negara Indonesia
haruslah disesuaikan dengan lingkungan Asia Timur Raya, sebagaimana nasihat
yang disampaikan oleh Somubuco, dan Soepomo termasuk orang yang tidak dapat
menolak nasihat itu yang sebenarnya bersifat lebih dari memaksa. Dua aliran
pikiran negara lainnya—teori individualistis dan teori kelas—tidak dapat
dijadikan pilihan sama sekali karena kedua teori negara tersebut adalah dasar
negara musuh Jepang, yaitu Amerika, Inggris, dan Rusia. Namun, walaupun pilihan
itu bukanlah pilihan sejati, Soepomo tetap melanjutkan dengan mengemukakan
contoh negara-negara lain yang gagal menerapkan teori negara yang telah
dianutnya. Menurutnya, dasar susunan hukum negara Eropa Barat adalah invidualis
dan liberalisme dapat memisahkan manusia sebagai seseorang dari masyarakatnya,
kemudian mengasingkan diri dari segala bentuk pergaulan lainnya. Eropa akhirnya
mengalami krisis rohani yang maha hebat akibat dari semangat perseorangan
tersebut. Sementara Rusia memiliki susunan negara yang diktator dari
proletariat. Hal itu adalah keistimewaan keadaan sosial dari Rusia, namun dasar
pengertian negara itu tidak cocok dengan sifat asli masyarakat Indonesia.
Sumber Bacaan :
http: //jurnalrepublik.blogspot.com/2007/05/integralisme-soepomo.html
http://www.transparansi.or.id/kajian9/bab_2.html.
Rona show David Bourchier, Pancasila Versi Orde Baru dan Asal Muasal Negara
Organos.